Suarainspiratif.com,
Jakarta (ANTARA) – Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengindikasikan adanya perubahan pola aktivitas letusan gunung berapi di Indonesia sehingga memerlukan kajian lebih lanjut untuk manajemen risiko bahaya yang menyertainya.
“Aktivitas vulkanik akhir-akhir ini sangat dinamis sehingga menjadi tantangan bagi kami,” kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid di Jakarta, Kamis.
Perubahan pola aktivitas letusan Gunung Lewotobi Laki pada 4 November 2024 menjadi salah satu contoh yang bahkan mengharuskan Badan Geologi memindahkan dua stasiun pemantauan gunung berapi di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca juga: Daftar Gunung Berapi Aktif di Indonesia dan Jenisnya
Stasiun pemantau Gunung Lewotobi Wolorona berhenti beroperasi pada 17 Juli 2024, dan Stasiun OJN berhenti beroperasi pada 9 November 2024, karena terkena material letusan yang berada di zona bahaya, hanya berjarak 4,5 kilometer dari kawah utama.
Pihaknya menetapkan zona aman letusan Gunung Lewotobi berada di luar radius 7 kilometer dari kawah utama yang ditetapkan hingga 27 November 2024.
“Tim kami di lapangan sedang mencari lokasi baru untuk stasiun tersebut, dan membuktikan bahwa peristiwa ini lebih eksplosif dibandingkan sebelumnya,” ujarnya.
Ia memastikan pemantauan masih berjalan baik dengan mengandalkan tiga stasiun yang tersisa, yakni Stasiun Klatanlo di Kecamatan Walanggitang, Stasiun Nurabelen di Ile Bura, Pulau Flores, dan Stasiun CCTV Timur Laut.
Wafid mengungkapkan, aktivitas letusan gunung berapi yang terjadi berturut-turut dalam beberapa pekan terakhir merupakan fenomena yang harus dicermati secara detail oleh tim ahli vulkanologi di setiap wilayah.
Baca juga: Jenis Letusan Gunung Berapi dan Bahayanya
Baca juga: Mengenal Gunung Api Purba yang Jadi Tujuan Wisata dan Penelitian
Gunung Dempo di Pagar Alam, Sumatera Selatan menjadi gunung aktif yang baru saja meletus, menyusul Gunung Marapi (Sumatera Barat), Gunung Semeru (Jawa Timur), Ibu (Maluku Utara), Awu, Lokon dan Karangetang (Sulawesi Utara), Merapi ( DI Yogyakarta), Gunung Iya, Gunung Lewotobi Laki (Nusa Tengara Timur).
Menurutnya, kemunculan gunung berapi tidak lepas dari proses subduksi, sehingga setiap gunung berapi memiliki sistem magmanya masing-masing. Oleh karena itu, hubungan antara satu dengan yang lain tidak dapat dikorelasikan.
Ia menekankan, penting bagi pemerintah daerah dan masyarakat untuk menyikapi dengan cermat setiap informasi atau peringatan dini aktivitas gunung berapi yang dikeluarkan oleh stasiun pemantauan daerah masing-masing.
Wartawan : M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Redaktur: Endang Sukarelawati
Hak Cipta © ANTARA 2024
