Suarainspiratif.com,
.
Rusia mengalami kondisi buruk sebelum revolusi. Foto/Atlas Dunia
Hal ini, ditambah dengan kebangkitan Marxisme di Eropa dan Rusia, memicu terjadinya beberapa pemberontakan selama dua dekade pertama abad ke-20.
Bagaimana Kondisi Rusia Sebelum Revolusi?
1. Konsekuensi Negara Multietnis
Menurut World Atlas, pada akhir abad ke-19, Rusia menghadapi konsekuensi menjadi negara multietnis, multinasional, multiagama, dan sebagian besar bersifat feodal. Menurut sensus tahun 1897, dari 120 juta orang di Kekaisaran Rusia, kurang dari setengahnya adalah etnis Rusia. Minoritas terbesar adalah warga Ukraina, Polandia, dan Belarusia.
Mereka memiliki semacam identitas Slavia dengan Rusia dan sebagian besar juga beragama Kristen Ortodoks Timur. Namun, Asia Tengah memiliki minoritas Kazakh, Uzbek, Kyrgyzstan, dan Tajik yang sebagian besar adalah Muslim. Kaukasus, wilayah pegunungan di Rusia selatan, juga memiliki ratusan kelompok agama dan etnis yang berbeda.
Rusia Barat memiliki minoritas Jerman, Finlandia, Lituania, dan Estonia yang terkenal, dan masih banyak lagi. Terakhir, orang Yahudi berjumlah antara empat dan lima persen dari populasi. Seiring berjalannya abad ke-19, pogrom terhadap orang Yahudi meningkat, dan mereka sering dijadikan kambing hitam atas masalah yang dihadapi Kekaisaran.
2. Kegagalan menuju Modernisasi
Mungkin masalah terbesar di Rusia pada akhir abad ke-19 adalah kegagalannya melakukan modernisasi. Meskipun negara-negara besar Eropa, seperti Inggris dan Jerman, telah bertransformasi dari perekonomian pertanian ke perekonomian industri, Rusia masih merupakan masyarakat feodal yang berfungsi. Hal ini terjadi meskipun Tsar Alexander II “membebaskan” para budak pada tahun 1861, ketika tanah tersebut kemudian diberikan kepada tuan tanah dan didistribusikan kembali melalui komune desa.
Oleh karena itu, sebagian besar petani mempunyai lahan yang kualitasnya lebih sedikit dan lebih buruk dibandingkan sebelumnya. Semua ini memicu meningkatnya ketidakpuasan.
3. Industrialisasi Tumbuh Karena Ditemukannya Minyak Bumi
Meskipun Rusia sebagian besar bersifat feodal pada akhir abad ke-19, masih terdapat industrialisasi di kota-kota. Memang benar, pada tahun 1890-an, jumlah pekerja berupah meningkat sebesar 75 persen, dan industrialisasi secara keseluruhan meningkat sebesar 25 persen. Hal ini terbantu oleh booming minyak di Azerbaijan dan pesatnya pertumbuhan jalur kereta api.
Terlepas dari itu, kondisi kerja sangat buruk, dengan 12 jam kerja per hari, enam hari kerja dalam seminggu, dan ruang hidup bersama yang penuh sesak bagi para pekerja merupakan masalah yang umum terjadi. Hal ini menyebabkan ketidakpuasan yang meluas dan serangkaian pemogokan.
Selain itu, banyak pekerja sering kali kembali ke desa mereka selama beberapa minggu di musim semi, sehingga memungkinkan terjadinya berbagi keluhan di antara para petani dan pekerja kota. Oleh karena itu, terdapat rasa ketidakpuasan serupa di kalangan lapisan bawah masyarakat Rusia pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
4. Kegagalan Pemerintahan Tsar Nicholas II
Menurut World Atlas, pemimpin Rusia saat itu, Tsar Nicholas II, tidak berbuat banyak untuk meredam ketidakpuasan dan, dalam banyak kasus, memperburuk keadaan. Pada tahun 1894, ayah Nicholas, Alexander III, meninggal pada usia 49 tahun, meninggalkan pria berusia 26 tahun itu sebagai ahli warisnya.
Sama sekali tidak siap untuk memerintah kerajaan daratan terbesar di dunia, Nicolas II ragu-ragu dan tidak mampu menyadari perlunya reformasi sistemis. Pemerintahannya dimulai dengan tragis. Pada penobatannya pada tahun 1896, sebuah perayaan di ladang Khodynka menyaksikan sekitar 1.400 orang terinjak-injak hingga tewas.
Meski ini bukan salahnya, banyak petani yang menganggap ini pertanda buruk. Nicholas juga menolak bekerja sama dengan anggota aristokrasi yang lebih liberal dan berpikiran reformis, yang banyak di antaranya ingin membantu pekerja dan petani. Semua ini berarti banyak orang yang sepenuhnya menentang pemerintah, sehingga mengobarkan semangat revolusioner di seluruh Rusia.
5. Bangkitnya Marxisme
Menurut World Atlas, Marxisme yang dirumuskan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels menyatakan bahwa masyarakat ditentukan oleh basis materialnya. Basis-basis ini dipisahkan menjadi dua kategori, kekuatan produksi (yang berarti bahan dan peralatan yang dimiliki seseorang untuk menghasilkan sesuatu, seperti perkakas tangan, hewan peliharaan, dan kincir angin) dan hubungan produksi (cara proses produksi diatur, seperti perbudakan). atau upah buruh).