Suarainspiratif.com,
Jakarta, . Indonesia – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan memperketat pengawasan terhadap pengangkutan barang tertentu. Pengetatan pengawasan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pelayanan dan Pengawasan Pengangkutan Barang Tertentu dalam Daerah Pabean.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Kepabeanan, Budi Prasetiyo mengatakan, ketentuan dalam PMK tersebut dibuat pemerintah sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kepastian hukum dalam pengawasan barang tertentu yang melibatkan angkutan antar pulau.
Peraturan ini juga memperkuat pengelolaan pelayanan dan pengawasan pengangkutan barang tertentu di dalam daerah pabean, guna mencegah penyelundupan, kebocoran penerimaan negara, dan mendukung hilirisasi sumber daya alam (SDA).
Peraturan ini menutup kesenjangan kebocoran penerimaan negara sekaligus mendorong perdagangan legal yang pada akhirnya menopang neraca perdagangan nasional, kata Budi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/1/2025).
Barang-barang tertentu tersebut termasuk komoditas strategis yang dikenakan bea keluar, mendapat subsidi pemerintah, atau termasuk dalam kategori larangan dan pembatasan ekspor (Lartas).
Penetapan jenis barang secara detail dilakukan melalui koordinasi lintas kementerian, termasuk Kementerian Perdagangan, sebelum diserahkan ke Bea dan Cukai untuk dilakukan pengawasan.
Dalam pelaksanaannya, pengawasan yang dilakukan Bea dan Cukai pada umumnya bersifat selektif. Kantor pabean pemuatan mengawasi pemberitahuan bongkar muat, sedangkan kantor pabean bongkar mengawasi pemberitahuan kedatangan dan pembongkaran.
Apabila terdapat alat pengangkut yang tidak sampai di pelabuhan tujuan, maka Kantor Pabean Bongkar akan memeriksa keberadaan dan kondisi alat pengangkut tersebut.
Berdasarkan PMK Nomor 50 Tahun 2024, alat pengangkut adalah kapal yang merupakan kendaraan air dalam bentuk dan jenis apa pun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditangguhkan, termasuk kendaraan dengan daya dukung dinamis, serta alat terapung dan bangunan terapung. itu tidak bergerak. bergerak.
Apabila dalam pengawasan terdapat sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan, misalnya sarana angkutan yang tidak sesuai dengan proses yang diatur, dapat dikenakan sanksi administratif.
“Pengangkut yang tidak mematuhi ketentuan bisa diblokir. Bahkan, pengangkut yang mengalihkan pengangkutnya ke luar daerah pabean bisa dikenakan sanksi pidana,” kata Budi.
Kedepannya, seluruh penyampaian Pemberitahuan Pabean Barang Tertentu (PPBT) akan dilakukan oleh pengangkut secara elektronik. Namun jika tidak memungkinkan, Anda dapat mengirimkan dokumen secara manual. Kantor pabean pemuatan dan kantor pabean bongkar bersama-sama melayani dan mengawasi pengangkutan barang-barang tersebut.
Pemeriksaan fisik hanya dilakukan pada kasus-kasus tertentu, misalnya ada laporan intelijen, ada dugaan pelanggaran, dan ada pemberitahuan yang tidak sesuai, tegas Budi.
Bea dan Cukai mengakui dengan penerapan PMK ini masih terdapat potensi kendala yang muncul, seperti kesadaran pemenuhan kewajiban penyerahan PPBT dari pengangkut serta sarana dan prasarana yang tersedia untuk menyampaikan PPBT. Khusus untuk sarana angkutan yang berasal dari/menuju pelabuhan umum, mengingat kondisi geografis Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan.
Oleh karena itu, kata dia, diperlukan dukungan semua pihak baik internal Bea dan Cukai, kementerian/lembaga lain, serta pemangku kepentingan agar PMK ini dapat terlaksana dengan baik.
“Semoga pelayanan dan pengawasan PPBT dapat berjalan maksimal dan tepat sasaran, sehingga dapat mencegah kebocoran penerimaan negara, memperbaiki neraca perdagangan, melindungi sumber daya alam dalam negeri, memberikan pedoman dan petunjuk pelaksanaan, serta memberikan kepastian dan kemudahan pelayanan terhadap pelayanan. pengguna,” kata Budi.
(arj/mij)
Artikel Berikutnya
Kemenkeu buka lowongan CPNS 2024, posisi ini minim persaingan