Suarainspiratif.com,
Jakarta, . Indonesia – Pemerintah akan memperpanjang kewajiban eksportir untuk memarkir devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri, dari saat ini hanya 3 bulan menjadi minimal 1 tahun. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023 juga akan direvisi.
Agar eksportir dapat mematuhi ketentuan tersebut, pemerintah menjanjikan insentif tambahan dari yang telah diberikan selama ini, seperti insentif fiskal berupa pembebasan pajak penghasilan (PPh) atas sumber daya alam DHE yang tersimpan di sistem keuangan dalam negeri, baik berupa mata uang asing dan yang telah dikonversikan ke dalam rupiah. .
Ya, kami sedang mempersiapkan dengan BI dan perbankan. Insentifnya menarik, kata Airlangga di kantornya, Jakarta, Rabu malam (8/1/2024).
Meski begitu, Airlangga belum mau membeberkan rincian insentif yang akan diberikan kepada eksportir yang mematuhi aturan parkir DHE di Tanah Air. Ditegaskannya, detail insentif tersebut sedang difinalisasi agar bisa bersaing dengan negara tujuan dana DHE eksportir Indonesia, yakni Singapura.
“Iya ini masih kita finalisasi, dan kita akan bicara dengan pihak terkait juga, dengan perbankan dan fasilitasnya ya, kita bersaing dengan Singapura,” ujarnya.
Seperti diketahui, ketentuan insentif DHE SDA saat ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Penempatan DHE Sumber Daya Alam (SDA) pada instrumen moneter dan/atau instrumen keuangan tertentu. , yang merupakan hasil koordinasi antara pemerintah dan BI.
Dalam Pasal 4 Ayat (1) aturan ini berbunyi: “Pajak Penghasilan Final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dihitung dengan mengalikan tarif Pajak Penghasilan final dengan dasar pengenaan pajak”.
Pasal 4 Ayat (2) huruf a dan b menjelaskan lebih lanjut mengenai insentif yang diberikan kepada eksportir yang menempatkan DHE SDA dalam valuta asing atau yang telah dikonversi ke dalam rupiah.
Berikut rinciannya:
A. atas penghasilan dari instrumen moneter dan/atau instrumen keuangan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang dananya dalam valuta asing dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan:
1. tarif 0% (nol persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan lebih dari 6 (enam) bulan;
2. tarif sebesar 2,5% (dua koma lima persen) untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 (enam) bulan;
3. tarif sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 (tiga) bulan sampai dengan kurang dari 6 (enam) bulan; atau
4. tarif 10% (sepuluh persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 (satu) bulan sampai dengan kurang dari 3 (tiga) bulan.
B. atas penghasilan dari instrumen moneter dan/atau instrumen keuangan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 yang dananya dikonversi dari mata uang asing ke mata uang rupiah, dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dengan:
1. tarif 0% (nol persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 (enam) bulan atau lebih dari 6 (enam) bulan;
2. tarif sebesar 2,5% (dua koma lima persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 (tiga) bulan sampai dengan kurang dari 6 (enam) bulan; atau
3. tarif 5% (lima persen), untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 1 (satu) bulan sampai dengan kurang dari 3 (tiga) bulan.
(dce)
Artikel Berikutnya
Enggan Simpan Dolar di RI, 69 Eksportir Diblokir Bea Cukai!