Suarainspiratif.com,
Jakarta, . Indonesia – Dunia dihebohkan dengan kebakaran besar yang melanda kota urban terbesar kedua Amerika Serikat (AS), Los Angeles (LA), pada 8 Januari 2025. Kebakaran yang bermula dari kobaran api di atas bukit kemudian menjalar ke a jumlah pemukiman di kota.
Menurut Los Angeles Times, sebanyak 15.000 bangunan dilaporkan terbakar akibat kebakaran yang melanda distrik Palisades, Eaton, Altadena, dan Malibu. Kerugiannya diperkirakan mencapai US$ 250 miliar atau setara Rp 4,042 triliun.
“Hal ini berpotensi menjadi, setidaknya secara kolektif, bencana kebakaran hutan yang paling merugikan dalam sejarah Amerika,” kata ilmuwan iklim UCLA Daniel Swain dalam siaran langsung pada tanggal 8 Januari. “Bahkan kebakaran Palisades saja dapat menjadi bencana yang merugikan,” dikutip Sabtu (25/1/2025).
Sejumlah pertanyaan pun muncul terkait penyebab kebakaran hebat tersebut terjadi. Sebab, kejadian ini terjadi pada musim dingin yang notabene jarang menimbulkan percikan api yang muncul di daerah pegunungan.
Meski begitu, mengutip Science News, penelitian menunjukkan, peningkatan suhu dan penurunan curah hujan telah memperpanjang durasi musim kebakaran. Selain itu, pelebaran musim panas diperkirakan akan terus berlanjut di masa depan. Di beberapa bagian California, musim kebakaran dianggap sepanjang tahun.
Alasan selanjutnya adalah angin Santa Ana yang bertiup ke seluruh wilayah. Angin ini biasanya terjadi pada musim gugur dan musim dingin, dan melibatkan angin kering yang bertiup dari pedalaman, gurun tinggi hingga pantai California.
Sepanjang perjalanan, angin bertiup melewati pegunungan. Saat angin turun ke pegunungan, angin menjadi terkompresi karena tekanan atmosfer yang meningkat dan memanas. Hal ini pada gilirannya menurunkan kelembapan relatif udara gurun yang kering, sehingga dapat memicu kebakaran.
Terlebih lagi, kecepatan angin Santa Ana bisa mencapai hingga 161 kilometer per jam. Kondisi ini membuatnya sangat efektif mengipasi api dan menebarkan bara api yang membumbung tinggi.
Penyebab utama kebakaran ekstrem lainnya adalah banyaknya rumput dan tumbuhan kering. Rerumputan tersebut jumlahnya banyak karena sebelumnya iklim lokasi kebakaran basah, sehingga saat kering jumlahnya banyak.
“Tahun lalu cuaca sangat basah di California selatan, yang menyebabkan apa yang kami sebut kelebihan bahan bakar, banyak bahan bakar tambahan yang berpotensi menimbulkan kebakaran,” kata Swain.
“Sekarang, sejak bulan September, California bagian selatan telah mengalami awal musim dingin yang pernah tercatat, dan salah satu musim terpanas yang pernah tercatat.”
Swain kemudian menyudutkan alasan tersebut dalam satu talas, yakni perubahan iklim. Tidak dapat disangkal, Swain menegaskan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia memperburuk kondisi cuaca yang mendukung kebakaran hutan yang lebih parah di California.
“Bukan hanya kondisi kekeringan yang terus-menerus lebih mungkin terjadi pada iklim yang memanas,” tambah Swain. “Ada banyak indikasi bahwa wilayah basah akan terus menjadi lebih basah, namun pada saat yang sama, kita juga mengalami musim panas yang jauh lebih panas dan musim gugur yang lebih kering, dan kemungkinan musim dingin yang kering semakin meningkat.”
Di California, cuaca yang memburuk ini memperburuk kondisi kebakaran hutan. Tahun-tahun basah menumbuhkan lebih banyak tanaman, dan tahun-tahun berikutnya yang lebih kering kemudian mempersiapkan bahan bakar untuk dibakar.
“Perubahan antara (cuaca sangat kering dan sangat basah) merupakan sesuatu yang sangat penting bagi risiko kebakaran hutan di California Selatan,” tutupnya.
(dce)
Artikel Berikutnya
Kebakaran di RSPP: Evakuasi Cepat, Pasien Selamat Tanpa Nyawa
