Suarainspiratif.com,
Jakarta, . Indonesia – Kelompok bersenjata Syiah Yaman, Houthi, buka suara setelah perjanjian gencatan senjata ditandatangani oleh Israel dan milisi Lebanon, Hizbullah. Pandangan tersebut disampaikan langsung oleh pimpinan tertinggi kelompok tersebut, Abdul Malik Al-Houthi, di saluran TV Al-Masirah, Kamis.
Dalam pernyataannya, Al-Houthi mengatakan pihaknya akan terus menyerang Israel apapun yang terjadi. Menurutnya, hal ini merupakan langkah untuk terus memberikan dukungan kepada masyarakat Palestina di Gaza yang terus menerima serangan membabi buta dari Negara Yahudi.
“Operasi garis depan Yaman untuk mendukung rakyat Palestina dengan rudal dan drone melawan musuh Israel terus berlanjut,” kata Al-Houthi dalam siarannya, yang juga dikutip. AFPJumat (29/11/2024).
Ia juga berjanji bahwa kelompok Houthi di Yaman akan terus mendampingi rakyat Palestina yang menderita akibat serangan Israel. Dia berjanji akan berbuat lebih banyak untuk menekan Israel agar berhenti menyerang Palestina.
“Saya berharap semua orang di militer dan masyarakat menyadari tanggung jawab kami, dan dengan pertolongan Tuhan kami akan berbuat lebih banyak melawan musuh-musuh Israel. Kami di garis depan Yaman melakukan yang terbaik untuk mendukung rakyat Palestina,” kata Al-Houthi.
Houhti, bersama dengan Hizbullah Lebanon dan Hamas di Gaza Palestina, adalah bagian dari apa yang disebut 'poros perjuangan'. Milisi ini merupakan kelompok pro-Iran yang terus melakukan perlawanan terhadap Amerika Serikat (AS) dan Israel.
Sejak pecah perang di Gaza antara Israel dan Hamas pada 7 Oktober 2023, baik Hizbullah maupun Houthi terus menyerang kawasan Tel Aviv. Hal ini merupakan bentuk solidaritas terhadap Hamas.
Meski tidak berbatasan langsung dengan Palestina dan Israel, namun kelompok Houthi telah melakukan serangkaian serangan di Laut Merah dan Teluk Aden terhadap kapal berbendera Israel dan sekutu Israel. Hal ini telah mengganggu jalur perdagangan penting ini.
Sementara itu, Hizbullah dan Israel mencapai kesepakatan gencatan senjata pada Selasa lalu. Perjanjian ini ditengahi oleh Presiden AS Joe Biden dan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Meski begitu, belum ada titik terang terkait Gaza. Jurnalis senior Guardian, Julian Borger, mengatakan perjanjian damai Hizbullah ini akan semakin membuat perjanjian serupa di Gaza semakin mustahil terjadi.
Dalam sebuah artikel, Borger menulis bahwa hal ini disebabkan oleh posisi politik dalam negeri Israel. Ia mengatakan, kelompok sayap kanan yang sebelumnya mendorong kegagalan gencatan senjata di Lebanon akan lebih militan dalam memperjuangkan agar perang di Gaza terus berlanjut.
“(Perdana Menteri) Benjamin Netanyahu sebelumnya telah menghalangi kemajuan menuju kesepakatan sandera untuk perdamaian dengan desakannya agar pasukan Israel mempertahankan kendali atas Koridor Philadelphia, zona penyangga di dalam perbatasan Gaza-Mesir,” katanya.
(bos/bos)
Artikel Berikutnya
Houthi Serang Israel! Tel Aviv Didrone, Picu Ledakan Dahsyat