Suarainspiratif.com,
.
Istilah menabur dan menuai lebih luas digunakan untuk menggambarkan sebab dan akibat dari setiap tindakan manusia. Oleh karena itu, dalam Islam tidak ada yang namanya hukum karma, yang ada hanyalah ketetapan dan takdir Tuhan yang sudah diatur. Ilustrasi foto/share.net
Bukti bahwa Islam tidak mengakuinya hukum karma dinyatakan dalam dalil Al-Qur'an berikut ini:
Allah Ta'ala berfirman:
Dan tidak ada seorang pun yang memikul beban yang boleh memikul beban orang lain, dan jika seorang perempuan yang terbebani dibiarkan memikulnya, maka tidak ada satu pun beban yang akan ditanggungnya, sekalipun ia seorang sanak saudara. Anda hanya memperingatkan orang-orang yang takut kepada Tuhannya secara ghaib dan mendirikan shalat. Dan siapa yang menyucikan dirinya, maka dia menyucikan dirinya hanya untuk dirinya sendiri. Dan kepada Tuhanlah tujuan akhirnya.
Artinya : Dan orang yang berdosa tidak akan menanggung dosa orang lain. Dan jika seseorang yang terbebani dosa-dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul bebannya, maka bebannya tidak akan ditanggung sedikitpun, meskipun (yang dipanggilnya) adalah sanak saudaranya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanyalah orang-orang yang bertakwa (padahal mereka tidak melihat-Nya) dan orang-orang yang mengerjakan shalat. Dan barangsiapa menyucikan dirinya, sesungguhnya dia menyucikan dirinya demi kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allahlah tempat kembalinya. (QS Al Fathir : 18)
Meskipun demikian, setiap pemeluk agama Islam diajarkan bahwa setiap kebaikan akan dibalas dengan kebaikan dan keburukan akan dibalas dengan keburukan.
Hukum Dzarroh dan Dalilnya
Namun Islam menjelaskan hukum menabur dan menuai ini dengan konsep hukum dzarroh . Dalam buku 'Rahasia Magnet Rezeki' karya Nasrullah tertulis bahwa hukum karma, hukum akibat, hukum menabur dan menuai, dalam Islam lebih dikenal dengan konsep hukum dzarroh.
Istilah dzarroh diartikan sebagai biji sawi. Selain itu dzarroh juga dapat diartikan sebagai ukuran terkecil yang dapat dihitung oleh manusia. Dalam hal ini, hukum dzarroh berarti setiap perbuatan baik atau buruk, sekecil apapun benih dzarroh, tetap akan mendapat pahala.
Sebagaimana firman Allah SWT:
Maka siapa yang mengerjakan kebaikan seberat atom pun ia akan melihatnya, dan siapa pun yang mengerjakan keburukan seberat atom pun ia akan melihatnya.
Artinya : Maka barangsiapa yang berbuat kebaikan sebesar dzarroh, niscaya ia akan mendapat balasan (balasan), dan barang siapa yang mengerjakan keburukan sebesar satu dzarroh, niscaya ia akan mendapat balasan (balasan). (QS Al Zalzalah : 7-8)
Selain di bagian akhir surat Al Zalzalah, ajaran tentang hukum dzarroh juga disebutkan dalam surat Lukman yaitu ayat 16. Saat itu, Lukman mengajarkan kepada putranya:
Hai anakku, seandainya ia seberat biji sesawi dan berada di batu, di langit atau di bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya. Baik dan berpengetahuan
Artinya: (Lukman berkata), “Wahai anakku! Sesungguhnya jika ada (suatu amalan) yang beratnya sebesar biji sawi, dan berada di dalam batu, di langit atau di bumi, maka Allah akan memberinya (a pahala). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Menyelesaikan.
(QS Al Lukman :16)
Dalam surat Asy-Syura ayat 40, Allah juga berfirman:
Dan Dia membalas suatu kejahatan dengan kejahatan yang serupa. Maka siapa yang memaafkan dan memperbaiki, maka pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.
Artinya: Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang sepadan. Namun siapa yang memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. (QS Ash Syura : 40)
Umat Islam juga harus yakin atau yakin bahwa setiap perbuatannya harus bisa dipertanggungjawabkan. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Isra ayat 7 yang berbunyi:
Jika kamu berbuat baik, maka kamu akan berbuat baik pada dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat, maka kebaikan itu akan menjadi miliknya. Ketika janji akhirat datang, mereka tidak akan memandang wajahmu. Dan hendaklah mereka memasuki masjid sebagaimana mereka memasukinya pertama kali, dan hendaklah mereka bersuci di atas segalanya.
Artinya: Jika kamu berbuat baik (artinya) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat keburukan, maka (kerugian keburukan itu) adalah untuk dirimu sendiri.
Ketika tiba saat azab (kejahatan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuh-musuhmu) untuk menggelapkan wajahmu dan mereka memasuki masjid (Masjidil Aqsa), seperti ketika mereka memasukinya pertama kali dan mereka menghancurkan apa pun yang mereka kuasai.