Suarainspiratif.com,
.
Dyah Pitaloka Citraresmi, putri Raja Sunda Maharaja Linggabuana Wisesa memikat hati Hayam Wuruk, penguasa Majapahit. Foto/Dokumen Dedi Mulyadi-Soedonowonodjoio/ist
Saat itu, kebetulan penguasa Kerajaan Majapahit masih lajang saat naik takhta menjadi raja. Beberapa perempuan diperkenalkan dan didekatkan dengan Hayam Wuruk.
Namun, hal itu tetap tidak menarik perhatiannya. Alhasil, selama Sungging Prabangkara, pelukis yang diutus melukis wajah Dyah Pitaloka Citraresmi berhasil menarik perhatian Hayam Wuruk.
Hayam Wuruk pun memutuskan untuk menikahi Dyah Pitaloka Citraresmi sebagai calon istrinya. Namun upaya Hayam Wuruk untuk jatuh cinta dan menikah ternyata berbanding terbalik dengan Mahapatih Gajah Mada.
Gajah Mada kerap memberikan saran dan intervensi terhadap kebijakan Hayam Wuruk. Dikutip dari Mahapatih Gajah Mada Hitam Putih, saat itu Gajah Mada belum berhasil mewujudkan Sumpah Palapa secara penuh.
Salah satu wilayah yang belum ditaklukkan adalah Kerajaan Sunda. Maka ketika atasannya jatuh cinta pada seorang putri Sunda, Gajah Mada mencoba mempolitisasinya untuk menundukkan Sunda dengan cara yang halus.
Strategi cerdik dilakukan Gajah Mada dengan menyusup ke beberapa orang kepercayaannya yang mendampingi Sungging Prabangkara. Orang-orang kepercayaan Gajah Mada antara lain Gajah Enggon, selaku pemimpin utusan khusus Ma Panji Elam yang menjabat sebagai Sang Arya Rajapakrama.
Selanjutnya Pu Kapasa berperan sebagai Arya Suradhiraja, Pu Menur berperan sebagai Sang Arya Wangsaprana, dan Pu Kapat berperan sebagai Sang Arya Patipati. Saat melamar Dyah Pitaloka Citraresmi, Madhu alias Gajah Mada sendiri merupakan utusan Hayam Wuruk.