Suarainspiratif.com,
Pemerintah harus agresif dalam meningkatkan kualitas regulasi, kelembagaan, program dan aliran pendanaan, meningkatkan pengawasan, pelayanan dan kualitas anak di sana.
Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah memberikan rekomendasi langkah strategis pemenuhan hak anak yang terjebak dalam praktik penghambaan atau perbudakan dalam masyarakat tradisional.
Pertama, ia menekankan peran pemerintah pusat dan daerah, termasuk DPR dan DPRD, untuk menjadikan perlindungan anak sebagai mainstream pembangunan.
Baca juga: Pemerintah Diminta Punya Data Pendidikan Anak Tak Sekolah
Pemerintah harus agresif dalam meningkatkan kualitas regulasi, kelembagaan, program dan aliran pendanaan, meningkatkan pengawasan, pelayanan dan kualitas anak di sana, kata Ai dalam diskusi online yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut, pemenuhan hak-hak anak dalam situasi dan kondisi perbudakan harus dilakukan berdasarkan data untuk memastikan tidak ada hak-hak yang terabaikan, terutama hak-hak sipil, kesehatan, pendidikan, dan pola asuh positif.
Kemudian, Ai mendorong intervensi budaya melalui tokoh adat, agama, dan masyarakat sipil untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta pendampingan masyarakat dalam menjamin terpenuhinya hak-hak khusus dan perlindungan anak-anak yang menjadi pembantu rumah tangga.
Kemudian, penyediaan sarana dan prasarana perlindungan anak dengan meningkatkan aksesibilitas terhadap kualitas layanan dan rehabilitasi sosial anak, ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya peran aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan dalam peningkatan kualitas hukum yang mengedepankan perspektif perlindungan anak baik dalam proses hukum maupun pemenuhan hak restitusi bagi anak korban kejahatan.
Kemudian memperbanyak penyediaan forum anak atau mengembangkan minat bakat. Terakhir, memperkuat kolaborasi multipihak dan memberikan pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak, kata Ai.
Baca juga: KPAI: Pemenuhan hak anak belum menjadi prioritas calon di Pilkada 2024
Ketua Persekutuan Perempuan Terdidik Teologi di Indonesia (Peruati) Sumba, Herlina Ratu Kenya menyoroti, praktik perhambaan atau perbudakan dalam masyarakat tradisional masih terjadi pada masyarakat di Sumba Timur.
“Sampai saat ini masyarakat Sumba terbagi menjadi tiga golongan, yaitu golongan maramba yang disebut golongan bangsawan. Ada golongan kedua yaitu kabihu atau orang merdeka, bukan dari maramba, bukan dari ata. Ketiga, ada kelompok ata yaitu kelompok budak,” jelasnya.
Herlina menjelaskan, legitimasi budaya yang bersumber dari aturan-aturan yang ditetapkan oleh ritual keagamaan, pola hubungan, serta kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu masyarakat menjadi salah satu penyebab mengapa praktik tersebut masih bertahan.
Guna memberantas praktik perbudakan, Herlina mendorong perubahan sosial melalui keterlibatan berbagai pemangku kepentingan.
“Misalnya pemerintah dengan kewenangannya bisa melakukan intervensi dalam situasi ini. Selain itu, agama, hukum, atau lembaga sosial lainnya seperti lembaga pendidikan melakukan kajian untuk mencari cara perubahan sosial dalam sistem sosial tersebut,” kata Herlina.
Baca juga: KPAI: Peserta dan Penyelenggara Pilkada Harus Berwawasan Hak Anak
Wartawan: Farhan Arda Nugraha
Redaktur: Sambas
Hak Cipta © ANTARA 2024