Suarainspiratif.com,
Jakarta (ANTARA) – Menteri Luar Negeri RI Sugiono menyatakan reformasi multilateral akan menjadi salah satu agenda prioritas diplomasi Indonesia guna mewujudkan pembangunan dunia yang lebih inklusif dan adil bagi semua negara.
“Indonesia akan menjadi garda depan dalam mendorong reformasi multilateral,” ujarnya dalam Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) di Jakarta, Jumat.
Dalam hal ini, Menteri Luar Negeri Sugiono menekankan pentingnya reformasi multilateral untuk mewujudkan “Perserikatan Bangsa-Bangsa”. sesuai untuk tujuan; arsitektur keuangan internasional yang tangguh dan inklusif; dan memberikan ruang bagi kepemimpinan negara-negara Selatan.”
Menurutnya, dunia saat ini sedang menghadapi krisis yang saling terkait dan tidak ada wilayah yang benar-benar bebas dari konflik dan ketegangan. Sayangnya, kata dia, tatanan global saat ini masih belum mampu merespons dinamika konflik dunia yang semakin mencekam.
Kondisi global dan tantangan multilateralisme diperburuk dengan adanya krisis iklim yang memerlukan respon bersama dari semua negara, kata Menlu RI.
“Multilateralisme sepertinya kehilangan kekuatan. Hukum internasional dan Piagam PBB semakin tidak dihormati. “Arsitektur perekonomian dunia sudah tidak sesuai lagi untuk menjawab tantangan zaman dan kebutuhan sebagian besar negara global,” kata Sugiono.
Oleh karena itu, melalui peran aktifnya di berbagai forum multilateral, Indonesia akan terus mendorong perbaikan tata kelola global agar tetap relevan dalam menjawab tantangan zaman.
Dukungan RI terhadap multilateralisme juga terlihat dari komitmennya dalam memenuhi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) tahun 2030, dimana kemajuan Indonesia dalam memenuhi pencapaian SDGs “sudah on track, termasuk dalam isu lingkungan hidup dan transisi energi,” ujarnya.
Ia juga berpandangan bahwa setiap negara mempunyai “tanggung jawab yang sama dalam bentuk yang berbeda-beda” dalam menghadapi krisis iklim, karena negara-negara berkembang belum semaju negara-negara besar dalam hal kemampuan mitigasi iklim dalam berbagai aspek.
Oleh karena itu, kewajiban negara-negara terkait perubahan iklim tidak bisa disamakan. Negara-negara maju dan kuat harus membantu dan memberdayakan negara-negara berkembang dalam masalah ini, kata Sugiono.
Baca juga: Seruan reformasi struktur PBB mendominasi pekan Sidang Umum ke-79
Baca juga: Akankah Reformasi PBB Jadi Solusi Berbagai Konflik di Dunia?
Wartawan: Nabil Ihsan
Redaktur: Rahmad Nasution
Hak Cipta © ANTARA 2025