Suarainspiratif.com,
Jakarta, . Indonesia –PT PLN (Persero) berkomitmen mendukung Pemerintah Indonesia dalam mencapai pertumbuhan ekonomi 8%. Hal ini dilakukan dengan memastikan pasokan energi yang andal, bersih, dan berkelanjutan melalui transisi energi besar-besaran.
Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Febrian Alphyanto Ruddyard mengungkapkan transisi energi menjadi motor penggerak pencapaian pembangunan berkelanjutan.
Transisi energi akan diarahkan pada peningkatan penggunaan energi terbarukan dalam berbagai kegiatan perekonomian, seperti kebijakan kredit karbon, pengalihan subsidi bahan bakar fosil ke energi terbarukan, dan peningkatan penggunaan kendaraan listrik, kata Febrian, dikutip Kamis (5 /12/2024).
Febrian mengatakan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, diperlukan juga upaya dekarbonisasi di sektor ketenagalistrikan sesuai dengan komitmen Emisi Nol Bersih (Saya) menuju
“Selain itu, Indonesia juga perlu melakukan lompatan dalam mencapai pembangunan berkelanjutan melalui upaya dekarbonisasi. Hal ini sebagaimana direncanakan dalam dokumen RPJPN 2025-2045 untuk melakukan upaya dekarbonisasi menuju Emisi Nol Bersih “Pada tahun 2060 kita membutuhkan investasi tidak kurang dari Rp 794 triliun per tahun,” imbuhnya.
Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra mengatakan, dalam mendukung pertumbuhan ekonomi 8% dan transisi energi, PLN fokus menambah pembangkit EBT untuk memenuhi kebutuhan industri. PLN juga mengurangi emisi dari pembangkit listrik yang ada.
“Untuk menuju ke sana, PLN menyiapkan pembangkit baru yang bersifat Renewable Energy. Pembangkit yang sudah ada juga didukung agar tetap beroperasi dengan emisi yang lebih rendah menuju Net Zero Emission pada tahun 2060,” kata Edwin
Upaya tersebut tercermin melalui penerapan teknologi Penangkapan & Penyimpanan Karbon (CCS)/Penangkapan, Pemanfaatan & Penyimpanan Karbon (CCUS) pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang sudah beroperasi dengan total kapasitas 2 GW pada tahun 2040 dan 19 GW pada tahun 2060.
“Pembangkit batubara akan digantikan oleh pembangkit listrik tenaga nuklir, hidro, dan panas bumi. Untuk pembangkit batubara yang masih beroperasi, emisinya akan dikendalikan menggunakan teknologi CCS/CCUS,” kata Edwin.
CCS/CCUS merupakan teknologi inovatif yang dapat membantu mengurangi emisi CO2 ke atmosfer. Teknologi ini bekerja dengan cara memisahkan dan menangkap emisi karbon, kemudian menyimpannya dalam berbagai bentuk penyimpanan, salah satunya adalah Saline Aquifer.
Di Indonesia, potensi kapasitas penyimpanan karbon pada Akuifer Saline diperkirakan sebesar 572 GtCO2.
Dijelaskannya, PLN bekerja sama dengan mitra nasional dan internasional yang sedang melakukan kajian pengembangan teknologi CCS/CCUS pada 5 pembangkit listrik, seperti PLTU Suralaya Unit 1-4 yang bekerjasama dengan Karbon Korea Co., Ltd, PLTU Suralaya Unit 5-7 dengan PT PLN Enjiniring dan LAPI ITB , PLTU Indramayu dengan JERA Co., Inc. Jepang dan JGC Corporation Jepang, PLTGU Tambak Lorok dengan JERA Co., Inc. Jepang dan JGC Corporation Jepang, serta PLTU Tanjung Jati B dengan INPEX Corporation Jepang.
“Diperlukan kolaborasi dalam upaya kajian pengembangan CCS/CCUS karena kompleksitas teknologi ini cukup tinggi,” jelasnya.
Dalam upaya penerapan teknologi CCS/CCUS, PLN berharap industri nasional dapat tumbuh untuk mendukung kebutuhan teknologi yang ada.
“Kami berharap industri dalam negeri dapat tumbuh dan menghasilkan teknologi yang dapat mendukung lahirnya inovasi. Sehingga dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8%,” tutupnya.
(hura/hura)
Artikel Berikutnya
Potret Kerja Sama CT Corp dan PLN Menuju Ekonomi Hijau
